Topeng Cirebon adalah topeng yang terbuat dari kayu yang cukup lunak dan mudah dibentuk namun tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian yang tepat, serta membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam proses pembuatannya. Bahkan seorang pengrajin yang sudah ahli pun untuk membuat satu topeng membutuhkan waktu hingga satu hari. Kayu yang biasa digunakan adalah kayu jarang . Topeng ini biasanya digunakan untuk kesenian tari topeng Semua jenis topeng ini akan dikenakan pada saat pementasan tari topeng Cirebonan yang diiringi dengan gamelan. Tepeng Cirebon yang paling pokok ada lima yang disebut juga Topeng Panca Wanda Panji, wajahnya yang putih bersih melambangkan kesucian bayi yang baru lahir Samba Pamindo, topeng anak-anak yang berwajah ceria, lucu, dan lincah Rumyang, wajahnya menggambarkan seorang remaja Patih Tumenggung, topeng ini menggambarkan orang dewasa yang berwajah tegas, berkepribadian, serta bertanggung jawab Kelana Rahwana, topeng yang menggambarkan seseorang yang sedang marah Menurut Hasan Nawi, salah seorang pengrajin topeng Cirebon dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia seperti mengenakan topeng, misalnya saja pada saat marah seperti sudah mengganti topeng berwajah ceria dengan topeng kemarahan. Kalau ada orang dewasa yang sikapnya kekanak-kanakan maka ia seperti sedang mengganti topeng dewasanya dengan topeng anak-anak. Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan dan lain-lain. Untuk merekonstruksi kembali Topeng Cirebon yang baku, diperlukan studi perbandingan seni. Berbagai gaya Topeng Cirebon tadi harus diperbandingkan satu sama lain sehingga tercapai pola dan strukturnya yang mendasarinya. Dengan metode demikian, maka akan kita peroleh bentuk yang mendekati “aslinya”. Namun metode ini tak dapat dilakukan tanpa berbekal dasar filosofi tariannya. Dari mana filsafat tari Topeng Cirebon itu dapat dipastikan? Tentu saja dari serpihan-serpihan tarian yang sekarang ada dan dipadukan dengan konteks budaya munculnya tarian tersebut. Konteks budaya Topeng Cirebon tentu tidak dapat dikembalikan pada budaya Cirebon sendiri yang sekarang. Untuk itu diperlukan penelusuran historis terhadapnya. Siapakah Empu pencipta tarian ini? Sampai kiamat pun kita tak akan mengetahuinya, lantaran masyarakat Indonesia lama tidak akrab dengan budaya tulis. Meskipun budaya tulis dikenal di Keraton-keraton Indonesia, tetapi tidak terdapat kebiasaan mencatat pencipta-pencipta kesenian, kecuali dalam beberapa karya sastranya saja. Di zaman mana? Kalau pencipta tidak dikenal, sekurang-kurangnya di zaman mana Topeng Cirebon ini telah ada? Kepastian tentang ini tidak ada. Namun ada dugaan bahwa di zaman Raja Majapahit, Hayam Wuruk, tarian ini sudah dikenal. Dalam Negarakertagama dan Pararaton dikisahkan raja ini menari topeng kedok yang terbuat dari emas. Hayam Wuruk menarikan topeng emas atapel, anapuk di lingkungan kaum perempuan istana Majapahit. Jadi Tari topeng Cirebon ini semula hanya ditarikan para raja dengan penonton perempuan istri-istri raja, adik-adik perempuan raja, ipar-ipar perempuan raja, ibu mertua raja, ibunda raja. Dengan demikian dapat diduga bahwa Topeng Cirebon ini sudah populer di zaman Majapahit antara tahun 1300 sampai 1400 tarikh Masehi. Mencari dasar filosofi tarian ini harus dikembalikan pada sistem kepercayaan Hindu-Budha-Jawa zaman Majapahit. Tetapi mengapa sampai di Keraton Cirebon? Setelah jatuhnya kerajaan Majapahit 1525, tarian ini rupanya dihidupkan oleh Sultan-sultan Demak yang mungkin mengagumi tarian ini atau memang dibutuhkan dalam kerangka konsep kekuasaan yang tetap spiritual. Dalam babad dikisahkan bahwa Raden Patah menari Klana di kaki Gunung Lawu di hadapan Raja Majapahit, Brawijaya. Ini justru membuktikan bahwa Topeng Cirebon erat hubungannya dengan konsep kekuasaan Jawa. Bahwa hanya Raja yang berkuasa dapat menarikan topeng ini, ditunjukkan oleh babad, yang berarti kekuasaan atas Jawa telah beralih kepada Raden Patah, dan Raja Majapahit hanya sebagai penonton. Dari Demak tarian ini terbawa bersama penyebaran pengaruh politik Demak. Demak yang pesisir ini memperluas pengaruh kekuasaan dan Islamisasinya di seluruh daerah pesisir Jawa, yang ke arah barat sampai di Keraton Cirebon dan Keraton Banten. Inilah sebabnya berita-berita Belanda menyebutkan keberadaan tarian in di Istana Banten. Banten dan Cirebon, sedikit banyak membawa kebudayaan Jawa-Demak, terbukti dari penggunaan bahasa Jawa lamanya. Sedangkan Demak sendiri dilanjutkan oleh Pajang yang berada di pedalaman, kemudian digantikan oleh Mataram yang juga di pedalaman. Topeng Majapahit ini hanya hidup di daerah pesisir Jawa Barat, sedangkan di Jawa pedalaman topeng tidak hidup kecuali bentuk dramatik lakon Panjinya. Kalau topeng tetap hidup dalam fungsi ritualnya, tentunya juga berkembang di kerajaan-kerajaan Islam Jawa pedalaman. Rupanya topeng dipelihara di Jawa Barat karena pesona seninya. Topeng sangat puitik dan kurang mengacu pada mitologi Panji yang hinduistik. Topeng lebih dilihat sebagai simbol yang mengacu pada realitas transenden. Inilah sebabnya sultan-sultan di Jawa Barat yang kuat Islamnya masih memelihara kesenian ini. Topeng Cirebon adalah simbol penciptaan semesta yang berdasarkan sistem kepercayaan Indonesia purba dan Hindu-Budha-Majapahit. Paham kepercayaan asli, di mana pun di Indonesia, dalam hal penciptaan, adalah emanasi. Paham emanasi ini diperkaya dengan kepercayaan Hindu dan Budha. Paham emanasi tidak membedakan Pencipta dan ciptaan, karena ciptaan adalah bagian atau pancaran dari Sang Hyang Tunggal. Siapakah Sang Hyang Tunggal itu? Dia adalah ketidak-berbedaan. Dalam diriNya adalah ketunggalan mutlak. Sedangkan semesta ini adalah keberbedaan. Semesta itu suatu aneka, keberagaman. Dan keanekan itu terdiri dari pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Pemahaman ini umum di seluruh Indonesia purba, bahkan di Asia Tenggara dan Pasifik. Dan filsuf-filsuf Yunani pra-Sokrates, filsuf-filsuf alam, juga mengenal pemahaman ini. Boleh dikatakan, pandangan bahwa segala sesuatu ini terdiri dari pasangan kembar yang saling bertentangan tetapi merupakan pasangan, adalah universal manusia purba. Mengandung semua sifat ciptaan. Sang Hyang Tunggal Indonesia purba ini mengandung semua sifat ciptaan. Karena semua sifat yang dikenal manusia itu saling bertentangan, maka dalam diri Sang Hyang Tunggal semua pasangan oposisi kembar tadi hadir dalam keseimbangan yang sempurna. Sifat-sifat positif melebur jadi satu dengan sifat-sifat negatif. Akibatnya semua sifat-sifat yang dikenal manusia berada secara seimbang dalam diriNya sehingga Sifat itu tidak dikenal manusia alias Kosong mutlak. Paradoksnya justru Kosong itu Kepenuhan sejati karena Dia mengandung semua sifat yang ada. Kosong itu Penuh, Penuh itu Kosong, itulah Sang Hyang Tunggal itu. Di dalamNya tiak ada perbedaan, tunggal mutlak. Di Cina purba, Sang Hyang Tunggal ini disebut Tao. Topeng Cirebon menyimbolkan bagaimana asal mula Sang Hyang Tunggal ini memecahkan diriNya dalam pasangan-pasangan kembar saling bertentangan itu, seperti terang dan gelap, lelaki dan perempuan, daratan dan laut. Dalam tarian ini digambarkan lewat tari Panji, yakni tarian yang pertama. Tarian Panji ini merupakan masterpiece rangkaian lima tarian topeng Cirebon. Tarian Panji justru merupakan klimaks pertunjukan. Itulah peristiwa transformasi Sang Hyang Tunggal menjadi semesta. Dari yang tunggal belah menjadi yang aneka dalam pasangan-pasangan. Inilah sebabnya kedok Panji tak dapat kita kenali secara pasti apakah itu perwujudan lelaki atau perempuan. Apakah gerak-geriknya lelaki atau perempuan. Kedoknya sama sekali putih bersih tanpa hiasan, itulah Kosong. Gerak-gerak tariannya amat minim, namun iringan gamelannya gemuruh. Itulah wujud paradoks antara gerak dan diam. Tarian Panji sepenuhnya sebuah paradoks. Inilah kegeniusan para empu purba itu, bagaimana menghadirkan Hyang Tunggal dalam transformasinya menjadi aneka, dari ketidakberbedaan menjadi perbedaan-perbedaan. Itulah puncak topeng Cirebon, yang lain hanyalah terjemahan dari proses pembedaan itu. Empat tarian sisanya adalah perwujudan emanasi dari Hyang Tunggal tadi. Sang Hyang Tunggal membagi diriNya ke dalam dua pasangan yang saling bertentangan, yakni “Pamindo-Rumyang”, dan “Patih-Klana”. Inilah sebabnya kedok “Pamindo-Rumyang” berwarna cerah, sedangkan “Patih-Klana” berwarna gelap merah tua. Gerak tari “Pamindo-Rumyang” halus keperempuan-perempuanan, sedangkan Patih-Klana gagah kelaki-lakian. Pamindo-Rumyang menggambarkan pihak “dalam” istri dan adik ipar Panji dan Patih-Klana menggambarkan pihak “luar”. Terang dapat berarti siang, gelap dapat berarti malam. Matahari dan bulan. Tetapi harus diingat bahwa semuanya itu adalah Panji sendiri, yang membelah dirinya menjadi dua pasangan saling bertentangan sifat-sifatnya. Inilah sebabnya keempat tarian setelah Panji mengandung unsur-unsur tarian Panji. Untuk hal ini orang-orang tari tentu lebih fasih menjelaskannya. Topeng Panji menyimbolkan peristiwa besar universal, yakni terciptanya alam semesta beserta manusia ini pada awal mulanya. Topeng Panjing atau topeng Cirebon ini mengulangi peristiwa primordial umat manusia, bagaimana “penciptaan” terjadi. Tidak mengherankan kalau di zaman dahulu hanya ditarikan oleh para raja. Raja mewakili kehadiran Sang Hyang Tunggal itu sendiri, karena dalam paham kekuasaan Jawa, Raja adalah Dewa itu sendiri, yang dikenal dengan paham dewa-Raja. Topeng Cirebon adalah gambaran sangat puitik tentang hadirnya alam semesta serta umat manusia. Sang Hyang Tunggal yang merupakan ketunggalan mutlak tanpa pembedaan, berubah menjadi keanekaan relatif yang sangat berbeda-beda sifatnya. Tari Panji adalah tarian Sang Hyang Tunggal itu sendiri, dan tarian-tarian lainnya yang empat adalah perwujudan dari emanasi diriNya menjadi pasangan-pasangan sifat yang saling bertentangan. Topeng Cirebon adalah tarian ritual yang amat sakral. Tarian ini sama sekali bukan tontonan hiburan. Itulah sebabnya dalam kitab-kitab lama disebutkan, bahwa raja menarikan Panji dalam ruang terbatas yang disaksikan saudara-saudara perempuannya. Untuk menarikan topeng ini diperlukan laku puasa, pantang, semedi, yang sampai sekarang ini masih dipatuhi oleh para dalang topeng di daerah Cirebon. Tarian juga harus didahului oleh persediaan sajian. Dan sajian itu bukan persembahan makanan untuk Sang Hyang Tunggal. Sajian adalah lambang-lambang dualisme dan pengesaan. Inilah sebabnya dalam sajian sering dijumpai bedak, sisir, cermin yang merupakan lambang perempuan, didampingi oleh cerutu atau rokok sebagai lambang lelaki. Bubur merah lambang dunia manusia, bubur putih lambang Dunia Atas. Cowek batu yang kasar sebagai lambang lelaki, dan uleg dari kayu yang halus sebagai lambang perempuan. Pisang lambang lelaki, buah jambu lambang perempuan. Air kopi lambang Dunia Bawah, air putih lambang Dunia Atas, air teh lambang Dunia Tengah. Sesajian adalah lambang keanekaan yang ditunggalkan. Sumber google
Kesenianbela diri Debus merupakan tradisi yang berbahaya. Inti pertunjukan ini sangat kental gerakan silat atau bela diri dan penggunaan senjata. Kesenian Debus Banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan pada kekebalan pemain terhadap serangan benda tajam. 5. Karapan Sapi Masyarakat Madura, Jawa Timur
Senitradisional diciptakan berdasarkan filosofi yang ada dan aktivitas kebudayaan yang ada di didaerah tetentu. Terikat dengan pakem-pakem tertentu. Seni tradisional bersifat statis, tidak terdapat unsur kreatif sebagai penciptaan baru.
– Seni merupakan suatu hal yang berkaitan dengan manusia dan budayanya. Seni memiliki banyak tujuan dan jenis berdasarkan alirannya. Namun, secara keseluruhan semua seni memiliki sifat dasar yang sama. Menurut The Liang Gie dalam buku berjudul Garis Besar Estetik 1976, sifat dasar seni ada lima yaitu kreatif, individual, ekspresif, abadi, dan juga universal. Berikut adalah penjelasan lima sifat dasar seni!Seni bersifat kreatif Seni bersifat kreatif maksudnya adalah seni menciptakan karya baru yang belum ada sebelumnya. Menurut Sofyan Salam dalam buku Pengetahuan Dasar Seni Rupa 2020, karya seni lahir dari proses kreatif yang bermula dari ide imajinatif manusia. Sifat dasar seni yang kreatif merupakan sesuatu yang misterius karena lahir dari imajinasi manusia, baik dari seorang anak kecil, orang dewasa, seorang awam seni, maupun dari seorang seniman profesional. Baca juga Tujuan-Tujuan Seni Lukis Seni bersifat individu Seni bersifat individual karena seni merupakan interpretasi subjektif dari seorang manusia. Hal ini karena seni lahir dari imajinasi pribadi. Sehingga, karya seni memiliki ciri pribadi yang membedakannya dari karya seni lain. Contoh nyatanya adalah beberapa orang seniman yang melukis pemandangan langit senja yang sama. Walaupun obyek yang dilukis adalah sama, tiap seniman memiliki caranya sendiri untuk menginterpretasi pemandangan tersebut ke atas kanvas. Sehingga, dihasilkan gambar pemandangan yang berbeda dari setiap seniman. Seni juga bersifat individual, bukan hanya dari pembuat karya seni tersebut melainkan dari segi penikmatnya juga. Misalnya, suatu karya seni memberikan makna juga rasa yang berbeda-beda bagi siapa yang melihatnya. Seni ekspresif Apa yang dimaksud dengan sifat dasar seni ekspresif? Sifat ekspresif artinya karya seni merupakan luapan ekpresi dari perasaan seniman yang yang diekspresikan dapat berupa perasaan yang positif maupun perasaan yang negatif. Baca juga Contoh Karya Seni Rupa Bertema Hubungan Manusia dengan Sifat ekspresif juga dirasakan oleh penikmat seni. ketika suatu karya seni, seseorang akan merasakan bahwa karya seni tersebut mengekspresikan perasaan yang berbeda-beda. Ekspresi perasaan membantu kita untuk mengapresiasi suatu karya seni. Seni bersifat abadi Sifat dasar seni selanjutnya adalah abadi. Disebut abadi karena karya seni akan tetap bisa dinikmati bahkan setelah pembuatnya meninggal. Keindahan suatu karya seni akan tetap bertahan walau zaman sudah berubah. Bahkan banyak dari karya seni yang tidak diketahui siapa pembuatnya. Namun, suatu keajaiban tetap dinikmati berabad-abad sebagai suatu keindahan yang abadi. Misalnya patung-patung Romawi kuno dan lukisan zaman Renaisans tetap menjadi karya seni yang dikagumi. Padahal, zaman telah berganti namun karya seni tersebut tetaplah dianggap indah dan estetik. Baca juga Aliran Seni Lukis dan Tokohnya Seni bersifat universal Karya seni juga bersifat universal. Artinya, karya seni dapat dinikmati oleh siapa saja tidak bergantung ras, bahasa, negara, dan juga pembeda lainnya. Karya seni selalu menemukan cara untuk terhubung dengan manusia yang melihatnya. Sehingga, karya seni berupakan bentuk komunikasi yang universal dari seorang seniman kepada para penikmat karya seninya. Misalnya lukisan yang menggambarkan lukisan. Lukisan tersebut tidak berisikan kata-kata dalam berbagai bahasa. Namun, semua orang dapat merasakan apa yang disampaikan oleh lukisan tersebut. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
mZ7Yj.